MENGENAL METODE PENDIDIKAN "BEKISAH" GURU BANJAR INDAH

0

Rahcmad Sutisna Hamijaya, Martapura 2024 - Bakisah: Metode Pendidikan Guru Banjar Indah Tutur katanya yang lembut, kedalaman ilmu serta canda tawanya yang ringan ketika menyampaikan pengajian mampu “menusuk” hati para jama’ah. 

Sehingga siapapun yang mendengarkan pengajiannya akan mudah untuk memahaminya, dan terbakar semangatnya untuk mengamalkan ilmunya. Ialah Allahyarham Tuan Guru Syaifuddin Zuhri, yang akrab dikenal dengan panggilan “Guru Banjar Indah”. 

Pasca wafatnya Abah Guru Sekumpul, para jama’ah pun bertebaran untuk belajar sekaligus mengambil berkah murid-muridnya dan ulama lainnya yang rata-rata masih keturunan dari Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, salah satunya adalah Guru Banjar Indah. 

Di Hulu Sungai terdapat Allahyarham Guru Kapuh (Kandangan, Rantau, dan sekitarnya), Guru Bakhiet dan Allahyarham Guru Danau (Barabai, Paringin, Tanjung, Amuntai, dan sekitarnya), Allahyarham Guru Zuhdi (termasuk pula Guru Banjar Indah) di Banjarmasin dan sekitarnya. 

Guru Banjar Indah seringkali menyampaikan pengajian dengan metode bercerita atau lebih dikenal dengan “Bakisah”: bercerita dengan menggunakan bahasa Banjar. Bercerita merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pengembangan bahasa dan merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif karena melibatkan pikiran, kesiapan mental, keberanian, perkataan yang jelas sehingga dapat dipahami oleh orang lain. 

كَلِّمِ النَّاسَ قَدْرَ عُقُولِهِمْ 

"Bicaralah kepada manusia sesuai dengan tingkat akal (pemahaman) mereka." Ketika bulan Rabi’al-awwal, bulan kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba, Martapura dihiasi dengan gemuruh pembacaan Maulid yang di dalamnya juga berisi kisah dari kelahiran hingga wafatnya Nabi. 

Guru Banjar Indah dan Guru Zuhdi

Tak lupa ketika haul para Ulama, gemuruh pembacaan Manaqib yang memuat riwayat-riwayat para tokoh Islam terutama para wali Allah juga terdengar dari masjid ke masjid bahkan dari rumah ke rumah. Sehingga tak lagi banyak ditemukan orang-orang yang buta terhadap Nabinya atau tokoh ulamanya sendiri. 

Bahkan mereka yang telah mengenal akan lebih semangat dalam beramal karena memiliki tokoh yang menjadi panutan. Hal ini menunjukkan, bahwa metode bercerita adalah metode efektif untuk menanamkan semangat untuk beramal, beribadah serta berjuang demi agama. 

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ 

"Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi (membenarkan) apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Q.S Yusuf: 111) 

Bahkan di dalam Al-Qur’an pun kita akan menemukan banyak sekali kisah-kisah. Kisah-kisah di dalam Al-Qur’an tidak lepas dari nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Hal ini bertujuan untuk menjadi teladan (uswatun hasanah) dan pelajaran (ibrah) bagi umat manusia. 

Guru Banjar Indah telah melakukan penanaman nilai-nilai agama melalui metode ini (menceritakan kisah-kisah), metode yang sama yang juga digunakan Al-Qur’an. Para Nabi diutus dengan bahasa kaumnya agar mudah untuk dipahami, Guru Banjar Indah menggunakan bahasa Banjar dengan dialeknya yang khas sehingga mampu menyentuh kedalaman hati para jama’ah. 

Bukankah Ulama adalah pewaris para Nabi? 

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ 


"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (Q.S Ibrahim: 4) 

Metode dakwah yang digunakan Guru Banjar Indah jauh dari tindakan kekerasan, yang membuat kesan kebaikan kepada siapapun yang menerimanya. Metode yang juga sebelumnya digunakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberi kabar gembira (basyir) dan peringatan (nadzir). Metode ini juga dikenal dengan “Mauidzah al-Hasanah”, sebagaimana yang terdapat pada surah An-Nahl ayat 125. 

Sosok Guru Banjar Indah mengingatkan penulis pada kuliah tentang “Hikmah Muta’aliyah” Mulla Shadra yang disampaikan salah satu dosen Paramadina, M. Subhi Ibrahim. Pada kuliah tersebut, beliau menjelaskan tentang pokok pembahasan dari karya Mulla Shadra, Al-Asfar Al-Arba’ah. Yang masih penulis ingat adalah bahwa seseorang yang telah sampai kepada Wujud yang absolut akan kembali memanifestasikan sifat-sifat ke-Tuhanan melalui perilaku dan tutur katanya. 

Seperti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang enggan merasakan sendiri nikmatnya pertemuan dengan Al-Wujud pada peristiwa Isra’ Mi’raj, yang kemudian “turun” kembali untuk berdakwah:mengajarkan dan mengajak umatnya, sehingga dapat juga merasakan nikmatnya pertemuan dengan-Nya. 

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنْكُمْ يَتْلُوا عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ 


"Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami) dengan mengutus kepadamu seorang Rasul dari golonganmu sendiri yang membacakan kepadamu ayat-ayat Kami dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Kitab dan Hikmah serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui." (Q.S Al-Baqarah: 151)

Singkatnya, penulis pernah mendengar bahwa Guru Banjar Indah adalah sosok yang suka menyendiri (khalwat), namun kenikmatan spiritual tersebut tak membuat beliau meninggalkan ibadah sosial seperti mengajar (berdakwah).

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)